Tempat yang wajib dikunjungi saat liburan di Jogja dan sekitarnya
tentu saja adalah candi-candinya yang merupakan peninggalan dari
kerajaan-kerajaan kuno yang dulu pernah ada di Pulau Jawa. Tidak hanya cantik,
candi-candi tersebut penuh dengan nilai sejarah masa lampau yang bisa kita
pelajari.
Banyak diantara candi-candi tersebut dahulunya sempat terkubur oleh
abu vulkanik akibat letusan Gunung Merapi dan baru ditemukan kembali pada masa
kolonial Belanda. Bahkan Candi Sambisari yang terletak di Kalasan baru
ditemukan pada sekitar tahun 1960-an oleh seorang petani yang sedang mencangkul
kebunnya. Setelah ditemukan, candi-candi tersebut dipugar sesuai dengan bentuk
aslinya.
Beberapa candi yang paling
banyak dikunjungi antara lain Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Ratu
Boko, Candi Plaosan, dan Candi Ijo. Borobudur terkenal dengan kemegahan bahkan
disebut-sebut sebagai candi Buddha terbesar di dunia. Prambanan terkenal dengan
kecantikannya bangunannya serta kisah penciptaannya yang konon hanya dilakukan
hanya dalam waktu satu malam saja.
Sementara Candi Plaosan terkenal dengan
kisah cinta romantis antar insan berbeda agama. Candi Plaosan dibuat oleh
seorang raja yang menganut agama Buddha dan dipersembahkan untuk permasurinya
yang beragama Hindu. Tidak heran jika kita bisa melihat perpaduan unsur dua
agama di Candi Plaosan.
Candi Ratu Boko dan Candi Ijo
sama-sama terletak diatas bukit. Kedua candi ini terkenal dengan pemandangan
matahari terbenamnya yang sangat cantik. Dari kedua candi tersebut kita juga
bisa menikmati pemandangan Jogja dari ketinggian.
Tapi apakah ada yang pernah dengar tentang Candi Abang?
Candi yang satu ini memang kalah populer dibandingkan dengan candi-candi yang
lain. Padahal letaknya tidak terlalu jauh dari Candi Ratu Boko dan Candi Ijo.
Candi ini biasa dikenal dengan
sebutan Bukit Teletubiesnya Jogja. Ya, karena bentuk fisik candi ini sekarang
sudah tertutup oleh rumput hijau dan lebih tampak seperti sebuah bukit. Bahkan
pada musim kemarau, rerumputan yang hijau tersebut akan mati dan Candi Abang
berubah menjadi seperti sebuah bukit yang tandus.
Penampakan candi yang sudah tertutup tanah |
Jika kita naik ke puncak Candi
Abang, disela rerumputan kita bisa melihat bongkahan batu bata merah yang
tersisa. Batu bata merah tersebut merupakan bahan yang digunakan untuk
membangun candi. Oleh karena itu candi ini dikenal dengan nama Candi Abang yang
dalam bahasa Indonesia artinya adalah candi merah.
Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Badan Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Daerah Istimewa Yogyakarta, Candi Abang merupakan sebuah
candi Hindu yang dibangun pada abad ke-9 pada masa kerajaan Mataram Kuno. Candi
ini dibangun diatas bukit karena orang Hindu percaya bahwa dewa-dewi selalu
bersemayam di tempat yang tinggi.
Keunikan dari Candi Abang yang
menggunakan batu bata merah sampai sekarang masih menjadi penelitian oleh banyak
ahli. Karena pada umumnya candi-candi yang berada disekitar Pulau Jawa dibangun
dengan menggunakan batu andesit. Batu bata merah lazimnya hanya digunakan pada
pembangunan candi-candi oleh kerajaan yang berlokasi di Jawa Timur dengan usia
candi yang jauh lebih muda.
Walaupun sudah tidak bisa melihat bentuk candinya seperti apa. Di sini kita masih bisa menikmati suguhan pemandangan alam yang cukup cantik dan menenangkan. Candi yang masuk dalam wilayah Desa Jogotirto, Kecamatan Berbah, Kabupaten Sleman ini terletak di tengah perkebunan jati milik penduduk dan jauh dari keramaian.
Akses kendaraan bermotor hanya bisa sampai ke tempat parkir yang dikelola oleh penduduk sekitar. Selanjutnya untuk menuju ke lokasi candi kita harus berjalan kaki kurang lebih sejauh 100 meter melalui jalan setapak. Tapi untuk yang menggunakan sepeda motor bisa tetap membawa sepedanya sampai di lokasi candi.
Jika cuaca sedang cerah, dari sini pada pagi hari kita bisa menikmati kecantikan Gunung Merapi yang tampak berdiri kokoh di sisi utara Jogja. Pemandangan tersebut dipercantik dengan persawahan hijau yang membentang luas diselingi rumah-rumah penduduk yang tampak kecil dari kejauhan. Sesekali kita juga bisa melihat pesawat terbang yang baru saja lepas landas dari Bandara Adi Sutjipto. Sementara di sisi lain kita bisa melihat perbukitan yang mengelilingi Jogja.
Sementara jika kita datang ke Candi Abang pada sore hari, kita akan disuguhi dengan pemandangan matahari terbenam atau sunset yang sangat cantik. Suasana damau lebih terasa pada sore hari karena suara tongperet yang saling bersahutan. Binatang yang satu ini memang sudah jarang dijumpai terutama di wilayah perkotaan.
Baca juga: Sunset Indah di Candi Abang
Baca juga: Sunset Indah di Candi Abang
Candi Abang sesekali masih digunakan oleh penduduk sekitar untuk menggembala domba-domba peliharaan mereka pada sore karena rerumputan disekitar tempat ini memang tumbuh subur. Tempat ini juga menjadi tempat bermain yang menyenangkan bagi anak-anak kampung. Selepas pulang sekolah atau sebelum pergi mengaji di TPA banyak anak-anak yang menyempatkan waktu untuk bermain di Candi Abang.
Tidak ada retribusi atau biaya masuk untuk menikmati keunikan Candi Abang ini. Kita hanya dikenakan tarif parkir Rp2.000 untuk satu sepeda motor.
Unik bukan Candi Abang ini?
No comments:
Post a Comment